Tampilkan postingan dengan label Jejak SASTRA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jejak SASTRA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Februari 2015

PANTUN


  Defenisi Pantun
  Kata pantun berasal dari akar kata"tun" dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno), berartituntun-atuntun, dalam bahasa Indonesia berarti mengatur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa arti kata pantun adalah sama dengan aturan atau susunan. Pengertian pantun tersebut sejalan dengan pendapat yang disampaik oleh seorang pengkaji Budaya Melayu bernama R.O. Winsted yang menyatakan bahwa pantun bukanlah sekadar gubungan kata-kata yang mempunyai rima dan irama, tetapi merupakan rangkaian kata yang indah untuk menggambarkan kehangatan cinta, kasih sayang, dan rindu dendam penuturnya. Dengan kata lain, pantung mengandung ide yang kreatif dan kritis serta padat kandungan maknanya.Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari bahasa daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan.

Perbeadan dengan puisi pantun:

1. setiap baris terdiri atas baris baris misalnya pantun dua baris
2. terdapat jumlah suku kata dalam setiap barisnya , yaitu antara delapan hingga sepuluh
3. terdapat dua bagian yaitu sampiran dan isi
4. skema rima atau sajak dalam pantun adalah a-a-b-b
puisi :
1. tidak terkait oleh baris baris.
2. tidak ada jumlah suku kata
3. tidak mengenal sampiran , keseluruhan baris merupakan isi
4. dalam puisi lama juga dikenal rima dan sajak , tetapi dalam perkembangan nya puisi modern lebih menganut asas kebebsan dalam bersajak

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikandan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti bercakap menurut aturan tertentu Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi.
-   Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak.
- Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih). 

Peran panun
1. Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir.
2.   Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
3.  Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai.
4.  Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
5.  Namun, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.


 
Jenis-jenis pantun

Jenis-jenis pantun
1.     Pantun Adat 
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sebarang lebah
Lebah bersarang di buku buluh
Bukan sembah sebarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh
2.     Pantun Agama
Anak ayam turun sepuluh
Mati seekor tinggal sembilan
Bangun pagi sembahyang subuh
Minta ampun kepada Tuhan
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat dipintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang

3.     Pantun Budi Pekerti
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristri cantik
Kalau tidak dengan budinya
Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin

4.     Pantun Jenaka
Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya

5.     Pantun Kepahlawanan
Redup bintang hari pun subuh
Subuh tiba bintang tak nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak
Esa elang kedua belalang
Takkan kayu berbatang jerami
Esa hilang dua terbilang
Takkan Melayu hilang di bumi

6.     Pantun Kias
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam di gunung ikan di laut
Dalam belanga bertemu juga
Berburu ke padang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi

7.     Pantun Nasihat
Kayu cendana di atas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kemuning di tengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri

8.     Pantun Percintaan
Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang
Anak kera di atas bukit
Dipanah oleh Indera Sakti
Dipandang muka senyum sedikit
Karena sama menaruh hati

9.     Pantun Peribahasa
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Harapkan untung menggamit
Kain di badan didedahkan
Harapkan guruh di langit
Air tempayan dicurahkan

10.   Pantun Teka-teki
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung?
Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji di luar apa buahnya

Memahami Kaidah Kebahasaan dalam Teks Pantun


Sebuah pantun menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan makna yang ingin disampaikan. Struktur kebahasaan pada sebuah pantun sering juga disebut dengan struktur fisik. Struktur fisik tersebut mencakup diksi, bahasa kiasan, imaji, dan bunyi yang terdiri atas rima dan ritme.
Untuk itu, pada bagian ini, kalian diminta untuk memahami kaidah kebahasaan dalam teks pantun yang tercakup dalam struktur fisiknya itu. Coba perhatikan dengan saksama pantun berikut ini.
Jikalau gelap orang bertenun,
bukalah tingkap lebar-lebar.
Jikalau lenyap tukang pantun,
sunyi senyap bandar yang besar.

Bila siang orang berkebun,
hari gelap naik ke rumah.
Bila hilang tukang pantun,
habislah lesap petuah amanah.

Kalau pedada tidak berdaun,
tandanya ulat memakan akar.
Kalau tak ada tukang pantun,
duduk musyawarah terasa hambar.

1.    DIKSI
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.
Agar tujuan sebuah pantun dapat disampaikan dengan sempurna, seseorang yang melantunkan pantun harus jeli menempatkan kata-kata tertentu. Penempatan diksi yang tepat menjadi sangat penting.

a. Pantun yang digunakan untuk berkomunikasi biasanya menggambarkan masyarakat pada zamannya (zaman pantun tersebut diciptakan), yang tentu saja terlihat pada diksi yang digunakan. Misalnya pantun yang lahir pada zaman tradisional, kerap menggunakan diksi yang berkaitan dengan alam dan kehidupan masyarakat saat itu. Jika kalian perhatikan pantun yang lahir pada masa dahulu, kalian akan menemukan beberapa kata arkais yang sudah jarang ditemukan saat ini. Berikut akan disediakan beberapa kata arkais yang sering muncul dalam pantun tradisonal. Tugas kalian adalah memaknai kata tersebut. Sebagai alat, kalian dapat menggunakan KBBI atau kamus bahasa Melayu dari berbagai sumber. Dengan mengetahui kosakata tersebut, kalian menjadi tahu betapa kayanya
bahasa Indonesia, termasuk kosakatanya.
1. Tingkap = Jendela di atap, di dinding , dan sebagainya.
2. Jikalau
3. Langau
4. Lesap
5. Lubuk
6. Gaharu
7. Tenun
8. Amanat
9. Selendang
10. Pedada
b. Akan tetapi, diksi yang digunakan berbeda dengan pantun yang lahir pada zaman modern. Kata yang digunakan seringkali dihubungkan dengan kondisi masyarakat modern dengan berbagai sarana dan prasarana mutakhir. Cobalah kalian simak beberapa bait pantun berikut ini.
Jalan-jalan ke pasar unik,
membeli baju dan handphone baru.
Siapa gerangan wanita cantik,
yang tersenyum di hadapanku.

Mencari ikan di dalam lubuk,
ikan gabus banyak dinanti,
lubuk dalam tanah tertimbun.
Setiap hari bermain facebook,
bosan rasanya status berganti,
perkenankan hamba lantunkan talibun.

2.    BAHASA KIASAN
Bahasa kiasan yaitu bahasa yang digunakan pelantun untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yang secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa kiasan di sini bisa berupa peribahasa atau ungkapan tertentu dalam menyampaikan maksud berpantun. Sebelum mengerjakan tugas pada bagian ini, kalian diminta untuk membaca buku tentang ungkapan, peribahasa, dan majas (gaya bahasa). Ungkapan atau bentuk idiom adalah gabungan kata yang menimbulkan makna baru, yakni makna khusus, sehingga tidak dapat diartikan secara sebenarnya. Misalnya isapan jempol dimaknai sebagai ‘tidak bermakna’, bertekuk lutut ‘menyerah’, buah tangan ‘oleh-oleh’, dan sebagainya.
1. Besar kepala = Sombong=Pak Ardi menjadi besar kepala setelah menduduki jabatan baru.
2. Kaki tangan Anak buah
3. Tebal muka
4. Kepala batu
5. Mata-mata
6.Mengambil hati
7. Darah biru
8. Banting tulang
9. Ringan tangan
10. Tangan besi

3.    IMAJI
Struktur pembangun pantun selanjutnya adalah imaji atau citraan yang dihasilkan dari diksi dan bahasa kiasan dalam pembuatan teks pantun. Jika kalian melakukan pengimajian, akan menghasilkan gambaran yang diciptakan secara tidak langsung oleh pelantun pantun. Oleh sebab itu, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).

Coba kalian perhatikan sebait pantun berikut ini.
Jikalau gelap orang bertenun,
bukalah tingkap lebar-lebar.
Jikalau lenyap tukang pantun,
sunyi senyap bandar yang besar.

Imaji yang dilukiskan pada pantun tersebut adalah imaji visual (melihat) dan imaji taktil (merasakan). Imaji visual dapat dilihat pada baris pertama /Jikalau gelap orang bertenun//bukalah tingkap lebar-lebar/, seolah-olah pendengar melihat ada orang yang sedang bertenun dalam kegelapan, lalu meminta pendengar membuka jendela lebar-lebar. Sementara itu, imaji taktil tergambar pada bagian isi /Jikalau
lenyap tukang pantun//sunyi senyap bandar yang besar/. Hal ini membuat pendengar seolah-olah merasakan sunyinya kota pelabuhan yang besar karena sudah tidak ada lagi orang yang berpantun.

 TUGAS:
Tugas kalian berikutnya adalah melakukan pengimajian terhadap beberapa pantun berikut ini.

(a) Kalau pedada tidak berdaun,
tandanya ulat memakan akar.
Kalau tak ada tukang pantun,
duduk musyawarah terasa hambar.
          (b) Tikar pucuk tikar mengkuang,
alas nikah raja Melayu.
Ikan busuk jangan dibuang,
buat perencah di saur kayu.
 (c) Telah masak buah mengkudu,
masak pula buah kepayang.
Hati risau bercampur rindu,
siang malam mabuk kepayang.
 (d) Asam kandis asam gelugur,
ketiga asam si riang-riang.
Menangis mayat di dalam kubur,
teringat badan tidak sembahyang.
 (e) Orang berkain menutup aurat,
sesuai dengan Quran dan hadis.
Orang Muslim hidup beradat,
perangai sopan muka pun manis.

4.    BUNYI
Struktur pembangun teks pantun yang terakhir adalah bunyi yang biasanya muncul dari diksi, kiasan, serta imaji yang diciptakan saat menuturkan pantun. Dalam bunyi, kalian akan melihat unsur rima (rhyme) dan ritme (rhytm). Rima merupakan unsur pengulangan bunyi pada pantun, sedangkan irama adalah turun naiknya suara secara teratur. Selain untuk memperindah bunyi pantun, bebunyian diciptakan juga agar penutur (pelantun) dan pendengar lebih mudah mengingat serta mengaplikasikan pesan moral dan spiritual yang terdapat dalam teks pantun jenis apapun. Agar kalian lebih memahami bagaimana kaitan antara diksi, kiasan, imaji, dan bunyi ini, kerjakanlah tugas berikut.
         
a. Dalam menghasilkan sebuah teks pantun, kalian harus memiliki kemahiran dalam memilih kata yang digunakan, agar menghasilkan bunyi yang selaras dengan rima akhir a-b-a-b. Tentu saja selain menghasilkan bunyi yang sepadan, sebuah teks pantun yang dilantunkan memiliki makna. Berikut akan diberikan beberapa bait pantun, tetapi urutan kata dalam setiap larik tidak tersusun dengan benar. Cobalah kalian buat urutan kata yang benar dalam setiap larik sehingga menghasilkan rima a-b-a-b.

1) pucuk-tikar-mengkuang-tikar
raja-alas-Melayu-nikah
busuk-ikan-dibuang-jangan
perencah-buat-kayu-di-saur
Tikar pucuk tikar mengkuang,
alas nikah raja Melayu.
Ikan busuk jangan dibuang,
Buat perencah di saur kayu.

Tugas:
2) siang-berkebun-bila-orang
naik-gelap-hari-ke-rumah
bila-pantun-hilang-tukang
lesap-habislah-petuah-amanah
3) apa-bertenun-orang-guna
baju-untuk-kain-dan-membuat
orang-apa-untuk-berpantun
ilmu-menimba-untuk-berbagai
4) kalau-pukat-hendak-berlabuh
berdaun-kayu-carilah-pancang
adat-kurang-kalau-mengetahui
orang-berpantun-carilah-tahu
5) telurnya-hitam-putih-ayam
di-pinggir-kali-mencari-makan
hitam-giginya-orang-putih
manis-sekali-kalau-tertawa

b. Dari rangkaian pantun kalian dapat melihat kemahiran pedendang dalam pemilihan kata yang digunakan. Pemilihan dan susuan katanya ditempatkan sedemikian rupa, sehingga kata dalam pantun tidak dapat dipertukarkan letaknya atau diganti dengan kata lain yang memiliki makna yang sama. seandainya kata itu diganti susunannya, akan menimbulkan kekacauan bunyi. Setelah memahami struktur pantun, kalian dapat menyusun larik-larik yang sengaja diacak untuk menjadi sebuah bait pantun yang tepat. Tentukanlah mana yang merupakan sampiran dan mana yang merupakan isi.

1) jika hendak menuntut ilmu
kalau hendak pergi meramu
carilah ilmu yang bermanfaat
carilah kayu berbuah lebat
2) mencabut tebu tidaklah mudah
banyak sekali aral halangan
menuntut ilmu tidaklah mudah
banyak sekali duri lalangnya
3) ayam berbunyi di bawah dapur
ditutuh betung berdekak-dekak
meriam bunyi awak tertidur
sungguh beruntung orang pekak
4) bagaimana kidung takkan kembang
hendak ke hilir ditahan kera
bagaimana hidung takkan kembang
awak pandir dijadikan ketua
5) yang besar si jalar-jalar
yang besar disebut gelar
yang kecil sigama-gama
yang kecil disebut nama


Jumat, 30 November 2012

GAMBARAN UMUMU KRITIK SASTRA INDONESIA


   Kritik sastra merupakan suatu kegiatan dengan melakukan pendefenisian , penggolongan dan efaluasi atau bisa dikatakan Kritik sastra adalah menilai kualitas karya sastra secara objektif, baik buruknya, dan kekuatan serta kelemahan karya tersebut. Dengan demikian perkembangan kritik sastra memiliki peran dan fungsi yang besar dalam mendorong perkembangan ilmu sastra. HB Jassin mengemukakan bahwa kritik sastra adalah pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra, yaitu semacam penilaian, tanggapan, dan komentar terhadap suatu karya sastra. Kritik sastra yang berfungsi sebagai agen control sastra dan karya sastra dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk lebih meningkatkan kredibilitas terhadap sastra. Hubungan yang erat antara kritik sastra dan cabang studi sastra lainnya, yaitu teori sastra dan sejarah sastra.
Teori sastra mempelajari secara mendalam dan teoritis tentang hakikat sastra, dasar-dasar sastra dan lainnya dan sejarah sastra mempelajari perkembangan sastra dari awal munculnya sastra hingga perkembangan yang terakhir. Sedangkan kritik sastra mengeksplorasi suatu karya sastra dengan menafsirkan, menganalisis dan memberikan penilaian.
kritik sastra sebagai kegiatan ilmiah yang mengikat kita pada asas-asas keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka, teori, wawasan, konsep, metode analisis dan objek empiris maka kritik sastra pun mempunyai beberapa peranan bagi perkembangan karya satra itu sendiri yakni sebagai berikut:
1.      Fungsi kritik sastra untuk perkembangan ilmu sastra
 kritik sastra tidak hanya menilai tetapi juga menganalisis dan dan hal lain sebagainya yang termasuk di dalamnya adalah pendefinisian, penggolongan, pengkiasan, penguraian, dan penilian (evaluasi). Kritik sastra berusaha menguraikan unsur-unsur karya sastra berdasarkan teori sastra. Apakah bernilai atau tidak. Memiliki kualitas seni atau tidak. Kemudian mempertimbangkan seluruh penilaian yang menjadi kesatuan erat, barulah seorang kritikus menentukan karya sastra itu bernilai tinggi, sedang, kurang, atau tidak bernilai.
2.      Fungsi kritik sastra untuk pembaca atau masyarakat yang menikmati karya sastra itu
Kritik sastra dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang mungkin timbul dari diri pembaca setelah menikmati sebuah karya sastra. Masyarakat umum dan masyarakat sastra yang dalam hal ini termasuk ahli teori sastra, ahli sejarah sastra, kritikus sastra, dan penikmat sastra (pembaca) dapat mengetahui nilai sebuah karya sastra melalui kritik sastra. Khususnya masyarakat umum yang tidak mengetahui dan menguasai teori sastra, kritik sastra berfungsi dan berperan sebagai mediator antara pembaca dan karya sastra dimana kritik sastra menjelaskan secara keseluruhan hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra tersebut. Selain itu kritik sastra juga secara tidak langsung menggugah pembaca untuk menjadi seorang kritikus meskipun kritikannya tidak berupa tuliasan ilmiah ataupun hanya sebuah resensi. Pengetahuan pembaca yang bertambah tentang teori sastra dengan tidak langsung pembaca akan mengungkapkan “karya ini baik” dan “karya ini buruk”.
3.      Fungsi kritik sastra untuk pengarang
Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapat belajar untuk dapat meningkatkan kecakapannya ataupun mempertimbangkan untuk memperluas daerah garapannya.  Dengan begitu, kesusastraan akan dapat berkembang, baik corak, gaya, maupun mutunya. Kritikus bisa jadi akan menunjukkan kebaruan-kebaruan dalam karya sastra, hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan. Dengan demikian sastrawan dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan mutu karya sastranya. Jika sastrawan-sastrawan dalam di negara tertentu menghasilkan karya-karya yang baru, kreatif, dan berbobot, maka perkembangan sastra negara tersebut juga akan meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan kata lain, kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan kreativitas sastrawan, dan pada gilirannya akan meningkatkan perkembangan sastra itu sendiri.
            Peran yang paling utama dalam kesusastraan adalah berkembangnya penyusunan teori sastra sehingga unsur-unsur kesusastraan dan unsur-unsur karya sastra tetap terjaga dan mengalami peningkatan baik secara kuantitif maupun kualitatif dengan angka yang cukup signifikan.  Sedangkan peran kritik sastra adalah membantu dalam penyusunan teori sastra dan sejarah sastra selain membantu dalam keilmuan sastra, perkembangan kesusastraan dan sebagai media pemahman bagi masyarakat sastra maupun masyarakat umumnya tentang penerangan karya-karya sastra.”


Rabu, 11 April 2012

Sastra dalam Media (Jurnalisme sastra)

   Dalam kehidupan sehari-hari manusia berkaitan erat dengan bahasa, hampir semua kegiatan manusia menggunakan bahasa, baik yang diperoleh secara non formal atau yang diperoleh dari lingkungan dimana individu itu berada dan diperoleh secara formal atau yang didapatkan disituasi-situasi resmi seprti sekolah dan lain sebagainya. salah satu kegiatan manusia yang  sangat berkaitan erat dengan bahasa adalah berkomunikasi, baik itu untuk berinteraksi dengan sesamanya maupun untuk mendapat informasi dari luar tanpa menyaksikan langsung kejadian tersebut.
            Di zaman era globalisasi seperti sekarang ini, komunikasi adalah kebutuhan yang sudah menyatu dalam realitas kehidupan sosial, faktanya apabila seseorang yang tidak mengikuti perkembangan informasi dan komunikasi dari luar dan dalam kurun waktu tertentu, maka individu tersebut akan ketinggalan akan sebuah topik yang sedang diperbincangkan dalam kehidupan sosia. Untuk mendapatkan informasi di era digital ini sangat mudah, berbagai teknologi digital yang dirancang sedimikian rupa oleh manusia seprti, tevisi sebagai sumber infomasi audio visual, radio sebagai sumber informasi audio, media massa cetak sebagai suber informasi visual, dan yang marak sekarang ini adalah berbagai gajet dengan berbagai teknologi mutakhirnya yang dirancang khusus guna memenuhi kebutuhan manusia dalam mendapatkan informasi atau berinteraksi dengan sesamanya tanpa bertemu langsung.
            Informasi yang disampaikan pada masyarakat mempunyai banyak media untuk menyampaikan informasi tersebut, guna informasi tersebut tidak terabaikan atau menarik perhatian konsumennya. Salah satu penyampain informasi berita pada media yang sangat menarik adalah menggunakan bahasa-bahasa yang menarik yang mengandung unsur keindahan yang biasa kita kenal dengan Bahasa Sastra (jurnalisme sastra). Jurnalistik sastra ini termasuk hal yang baru dalam dunia jurnalistik, yakni dengan mencapurkan keindahan sastra kedalam berita yang disajikan oleh suatu media, Kevin Kerrane dan Ben Yagoda dalam The Art of Fact, A Historical Anthology of Literary Journalism (dikutip dari Bahan Ajar untuk Mata Kuliah Jurnalistik Sastra, Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin Oleh H.M.Dahlan Abubakar). Keduanya menyebutkan bahwa jurnalistik sastra itu bagaikan membuat fakta itu bergoyang atau menari, yang berarti bahwa dalam menyajikan infomasi kepada masiarakat tidak selamanya menggunakan bahasa-bahasa yang tidak biasa namun memadukan unsur keindahan kedalamnya, guna informasi tersebut membuat penikmatnya tertarik karena merasa manyaksikan langsung berita tersebut, karena berita tersebut disajikan dengan menceritakan secara mendetail mengenai kejadian tersebut, maka para penikmatnya akan mendapatkan gambaran yang membuat  pembaca merasa sedang berada di tempat kejadian.
            Dalam menyajikan jurnalistik sastra ini perlu kemampuan kusus oleh penulisnya, sedikitnya memiliki pemahaman mengenai dunia sastra itu sendiri. Si Penulis fiksi dan jurnalis sastra lebih bebas dalam mengetengahkan fakta dan keterlibatan orang. Novelis dan jurnalis sastra akan cenderung untuk mengungkapkan motifnya, macam orang terlibat, emosi yang berwarna tentang lingkungan. Untuk mencapai efek dramatis yang intensif, mereka berlatih memilih perincian (detail), termasuk di dalam cerita, tidak ada gaya yang khusus dipakai oleh seseorang. Sebagian besar  penulis jurnalistik sastra ini berasal dari bidang ilmu yang berkaitan langsung dengan sastra dan kemudian menjadi seorang wartawan. Penulisan jurnalistik sastra ini mendapat respon yang baik karena masyarakan, karena masyarakat tidak hanya membutuhkan berita semata, namun berita itu disajikan dengan gaya yang berbeda dan menarik. Dalam jurnnalistik sastra ini mendeskripsikan kejadian yang menggugah hati karena berita yang diolah di ambil dari topik human interest. Namun dengan cara apapun yang digunakan oleh seorang jurnalis dalam menyajikan informasinya,akan tetap mendapatkan respon yang baik dari masyarakan asalkan berita tersebut tetap berpatokan pada kode etik jurnalistik, mengikuti standar kepenulisan berita dan berita tersebut  cover both side.